Sabtu, 01 Juli 2017

HAKIKAT WACANA DAN KEDUDUKAN WACANA DALAM LINGUISTIK


Oleh : Farida Puji M. / 146154 / 2014-B
 
Kata wacana berasal dari bahasa Sanskerta yaitu vacana yang berarti bacaan, kemudian dalam bahasa Jawa menjadi wacana yang artinya bicara, kata, ucapan dan dalam bahasa Indonesia menjadi wacana yaitu ucapan, percakapan (Baryadi, 2001:3). Menurut Djajasudarma (1994:2), wacana merupakan satuan gramatikal tertinggi yang dituangkan dalam bentuk karangan yang utuh dengan adanya amanat yang lengkap, serta memiliki kohesi dan koherensi yang tinggi. Dapat berupa novel, buku, seri ensiklopedia, paragraf, kalimat, atau dapat berupa kata yang dapat membawa pesan yang lengkap.  Wacana dapat dituangkan dalam bentuk karangan yang utuh. Sebuah wacana dapat dikatakan utuh apabila wacana tersebut mempertimbangkan segi isi dari sebuah  informasi  (koheren)  dan mempertimbangkan adanya keruntutan unsur bentuk (kohesif).
Menurut Samsuri dalam Djajasudarma (1994:4) wacana dapat pula dikatakan sebagai rekaman mengenai kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi, dapat berupa bahasa lisan dan dapat pula berupa tulisan. Dalam wacana lisan dibutuhkan adanya pembicara dan pendengar, sedangkan dalam wacana tulis dibutuhkan adanya penulis dan pembaca. Wacana mempelajari bahasa dalam pemakaian, jadi bersifat pragmatik. Pemahaman wacana di sini lebih menitik beratkan pada hasil yaitu rekaman yang berupa kebahasaan yang utuh dalam peristiwa komunikasi baik itu secara lisan ataupun tulisan. 
Menurut Tarigan (1987:27), wacana merupakan satuan bahasa terlengkap dan tertinggi di atas kalimat dengan adanya kohesi dan koherensi yang berkesinambungan yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata serta disampaikan secara lisan atau tulisan. Wacana di sini lebih mengacu pada kohesi dan koherensi, di mana kohesi sendiri merupakan keserasian hubungan unsur-unsur dalam sebuah wacana dan koherensi merupakan kepaduan wacana sehingga komunikatif mengandung satu ide.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwasanya wacana merupakan satuan gramatikal tertinggi yang diwujudkan dalam suatu bahasa dalam bentuk lisan maupun tulisan yang keberadaannya selalu menyatu dengan konteks dan situasi.

Secara struktural analisis wacana juga berkaitan dengan kajian interdisipliner, seperti sosiolinguistik, psikolinguistik, dan filsafat bahasa (Oka dan Suparno, 1994:263). Kaitan ini dapat diterima karena analisis wacana berkembang sedemikian rupa, sehingga keberadaannya memang melibatkan beberapa kajian lain. Para sosiolinguis memperhatikan yang berhubungan dengan interaksi sosial, terkait pula dengan penggunaan bahasa di masyarakat. Ancangan Harris berupaya memperluas ancangan teoritis dan metodologi dari strukturalisme linguistik, tidak hanya karena ancangan ini memperluas konsep unit linguistik ke tingkat lain, tetapi hal ini berhubungan dengan ancangan yang secara metodologis bergantung pada struktural tingkat lebih rendah untuk dapat diidentifikasi konstituen tingkat lebih tinggi:konstituen wacana adalah morfem (kata-kata,frasa-frasa) yang dapat diidentifikasi melalui analisis gramatikal.
Analisis wacana dengan sosiolinguistik, Wijana (2006:7) mengungkapkan bahwa sosiolinguistik sebagai cabang linguistik memandang atau menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakai bahasa di dalam masyarakat, karena dalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, akan tetapi sebagai masyarakat sosial.
Hubungannya dengan wacana adalah baik wacana maupun sosiolinguistik sama-sama menitik beratkan bahasa dalam sebuah konteks. Perbedaannya adalah wacana mengkaji ujaran (bahasa) yang dihasilkan oleh masyarakat sedangkan sosiolinguistik menitik beratkan pada masyarakat pengguna bahasa.
Analisis wacana merupakan suatu analisis mengenai bahasa yang digunakan. Tujuan analisis wacana ialah untuk memeriksa wacana (sebagai salah satu eksponen bahasa) dalam fungsinya sebagai alat komunikasi, meletakkan titik berat pada fungsi bahasa sebagai alat interaksi antara penulis dan pembaca atau antara pembicara dan pendengar. Analisis wacana juga dipandang sebagai studi tentang struktur pesan dalam komunikasi. Jadi, fungsi bahasa sebagai alat komunikasi semakin tampak terwadahi dengan adanya analisis wacana. Penyebutan komunikasi di sini tentu berorientasi pada keberadaan bahasanya, bukan komunikasi dalam arti umum. Sebab, komunikasi dalam arti umum bisa saja dilakukan tidak dengan menggunakan bahasa sebagaimana layaknya. Komunikasi dapat terjadi dengan isyarat tertentu yang mungkin jauh kaitannya dengan bahasa. Penggunaan bahasa dalam komunikasi pasti disertai dengan konteks. Karena itu, salah satu titik perhatian analisis wacana adalah teks dan konteks (Sobur, 2002:56).
Keragaman penjelasan tentang analisis wacana muncul karena dilatarbelakangi oleh fokus pandangan terhadap wacana. Para ahli linguistik dan ahli filsafat kebahasaan cenderung untuk memakai pendekatan yang terbatas sekali terhadap fungsi-fungsi bahasa dalam masyarakat. Oleh karena itu, analisis wacana dalam perspektif kajian bahasa memiliki kekhasan tersendiri. Analisis wacana bagaimanapun merupakan bagian dari berbagai bentuk kajian terhadap bahasa. Kajian bahasa telah dilakukan oleh para linguis dari berbagai sudut pandang.
Cerpen berjudul “Dari Paris”, mengenai analisis situasi dalam cerpen ini dapat dilihat pada kutipan berikut: “Pak Kasim, seorang pensiunan guru yang telah renta, sangat mendambakan anaknya Alwi, anak lelaki satu-satunya, untuk pulang ke Sumatera. Lebih dari sepuluh tahun Alwi tak pulang ke rumah. Walaupun pak Kasim agak kecewa dengan keadaan itu, toh ia selalu membanggakan anaknya itu di depan teman-teman ngobrolnya di warung kopi Jalil. Pak Kasim akhirnya meninggal setelah mengalami masa kritis yang memuncak. Pak Kasim terlalu berat menanggung beban kerinduan kepada Alwi yang telah lama dipendamnya. Disebabkan perbincangan dengan Tan Marajo telah melukai hatinya. Mengapa cerpen dapat dikatakan sebagai wacana?. Hal ini, cerpen merupakan suatu wujud bahasa yang dituangkan dalam bentuk tulisan, yang di dalam cerpen tersebut adanya suatu permasalahan atau topik yang dibahas, selain itu wujud bahasa dalam bentuk tulisan ini keberadaannya selalu menyatu dengan situasi yang dialami pak Kosim.



DAFTAR RUJUKAN
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta
Schiffrin, Deborah. 2007. Ancangan Kajian Wacana. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar